Pada
dasarnya manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka
berpikir , apa yang dirasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya mereka
mereaksi apa saja yang dilihatnya dari televisi. Akibatnya, individu-individu
itu lebih senang meniru apa yang disajikan televisi. “Cultivation” berarti penguatan ,
pengembangan, perkembangan penanaman atau pereratan. Bahwa media (khususnya TV)
mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas social. “Semakin banyak
waktu seseorang dihabiskan untuk menonton TV) , maka seseorang semakin
menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan TV.
Teori
kultivasi atau sering disebut juga sebagai hipotesis kultivasi atau analisis
kultivasi, merupakan sebuah pendekatan yang dibuat oleh George Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School
of Communication di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Penelitian kultivasi termasuk ke dalam
tradisi efek media dalam ilmu komunikasi. Penelitian
kultivasi menekankan bahwa media massa merupakan agen sosialisasi dan
menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan
televisi daripada apa yang
mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawanya melihat bahwa film drama
yang disajikan televisi mempunyai sedikit pengaruh, tetapi sangat penting
didalam mengubah sikap, kepercayaan atau pandangan penonton yang berhubungan
dengan lingkungan sosialnya. Televisi,
sebagaimana yang pernah dicermati oleh Gerbner dianggap sebagai pendominasi
“lingkungan simbolik”. Sebagaimana di catat McQuail dan Windahl (1993), teori
kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau
refleksi kejadian sehari-hari disekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner
(meminjam istilah Bandura) berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan ditelevisi
lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan
yang diperlihatkan ditelevisi merupakan refleksi kejadian disektar kita. Jika
adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi
situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, ada kemungkinan yang
sebenarnya terjadi juga begitu. Jadi, kekerasan televisi dianggap sebagai
kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa
digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang di pertontonkan ditelevisi
akan memperlihatkan seperti itulah hukum kita sekarang ini. Bagi para pecandu berat televisi, dunia
ini cenderung dipercaya sebagai tempat yang buruk dibanding mereka yang tidak
termasuk pecandu berat televisi.
Teori kultivasi diawal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi
televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada tema-tema kekerasan di
televisi. Teori
Kultivasi dijelaskan bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi
yang mempunyai karakteristik
saling bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik
(heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam
setiap harinya. Kelompok penonton ini sering juga disebut sebagai khalayak ‘the
television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu
mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.Para
pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi
ditelevisi adalah dunia senyatanya. Misalnya tentang perilaku kekerasan yang
terjadi di masyarakat. Gerbner
berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu yang lemudian media pun memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar
anggota masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Sebenarnya, televisi memiliki efek
yang relative kecil akan tetapi sifatnya yang stimultan maka ia memiliki efek
memanjang, memiliki efek yang gradual, tidak secara langsung mempengaruhi akan
tetapi berjalan secara kumulatif dan efek yang cukup signifikan. Teori
kultivasi dalam membentuk, atau
mendoktrin konsepsi pemirsanya mengenai realitas social yang ada di
sekelilingnya. Kombinasi efek
massif dari televise yang diberikan secara simultan, terus menerus , secara
tersamar telah membentuk persepsi individu atau audiens dalam memahami realitas
social. Lebih jauh lagi hal tsb akan mempengaruhi budaya kita secara
keseluruhan.
Dalam
penelitian yang dilakukannya, Gerbner juga menyatakan bahwa cultivation
differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk
membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4 sikap
yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu:
1. Mereka
yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya
terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan
2. Mereka
yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga
penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai
situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian
menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3. Mereka
yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa
masih cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam tindakan kekerasan.
4. Mereka
yang sudah kehilangan kepercayaan
Yaitu mereka
yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada
dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
Contoh:
Kelazimannya
melakukan kekerasan, dan efek kedua seperti
perilaku yang sifatnya spesifik, contohnya taat kepada hukum untuk keamanan
pribadi.Program acara sinetron yang diputar
televisi swasta Indonesia yang sempat populer dan nyaris seragam , misalnya Tersanjung,
Pernikahan Dini, Kehormatan dan lain-lain. Masing-masing sinetron itu membahas
konflik antara orang tua dan anak serta hamil di luar nikah. Para pecandu berat
televisi akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang banyak gejala tentang
hamil di luar nikah karena televisi lewat sinetronnya banyak atau bahkan selalu
menceritakan kasus tersebut. Bisa jadi pendapat itu tidak salah, tetapi ia
terlalu menggeneralisir ke semua lapisan masyarakat. Bahwa ada gejala hamil di
luar nikah itu benar, tetapi mengatakan bahwa semua gadis sudah hamil di luar
nikah itu salah. Para pecandu sinetron itu sangat percaya bahwa apa yang
terjadi pada masyarakat itulah seperti yang dicerminkan dalam
sinetron-sinetron. Termasuk di sini konflik antara orang tua dan anak. Benak
penonton itu akan mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua
tentang perbedaan antara keduanya. Mereka yakin bahwa televisi adalah potret
sesungguhnya dunia nyata. Padahal apa yang ditayangkan ditelevisi itu belum
tentu semuanya benar ,karena asih banyak anak-anak yang hormat pada kedua orang
tuanya .
Dalam
kategori “audiens” yaitu “penonton berat atau pecandu televisi” dan “penonton
ringan”, kita
akan memberikan perhatian lebih kepada pecandu berat televisi, yakni pecandu
berat televisi yang seakan-akan dia lebih terpengaruh atau lebih percaya kepada
realitas yang dibentuk oleh media dibandingkan dengan kepercaannya terhadap
realitas yang dia alami sendiri secara langsung.
Kategori
penonton kedua
mungkin memiliki lebih banyak sumber informasi
daripada kategori penonton yang pertama. “Resonansi” menjelaskan efek intensif
yang kemudian akan diterima oleh audiens tentang
apa yang mereka lihat ditelevisi adalah merupakan apa yang telah mereka alami
dalam kehidupan sehari-hari. Hipotesis umum dari analisis kultivasi adalah
orang yang lebih lama “hidup” dalam dunia televisi lebih melihat dunia nyata
seperti gambaran, nilai-nilai, potret dan ideology yang muncul pada layar
televisi. (J. Bryant and D. Zillman (Eds), 2002). Hipotesis ini menjelaskan bahwa realitas sama dengan yang
ada di televisi. Apa yang digambarkan ditelevisi adalah dalam kehidupan nyata,
yang didunia nyata ternyata ada dalam media, karena sesungguhnya media yang
membentuk itu semua.
Hawkins
dan Pingree (1982),menemukan model proses kultivasi ,yaitu bahwa proses
kulvitasi dalam pikiran kita terbagi dua yaitu, learning dan constructing. (J. Bryant dan D.Zillman (Eds),2002). Apa yang dilihat oleh audiens kemudian akan
melalui tahap belajar dan diikuti tahap mengkonstruksi dalam pikiran audiens
tersebut.
Kritik terhadap teori kultivasi
Teori
kultivasi sebenarnya menawarkan kasus yang sangat masuk akal, khususnya didalam
tekanannya pada kepentingan televisi sebagai media dan fungsi simbolik didalam
konteks budaya. Akan tetapi teori ini tidak lepas dari sasaran kritik. Gerbner telah dikritik karena terlalu
menyederhanakan permasalahan. Perilaku kita kemungkinan tidak hanya dipengaruhi
oleh televisi, tetapi oleh banyak media yang lain seperti pengalaman langsung orang lain yang berhubungan dengan kita
dan lain-lain.
Hawkins
dan Pingree tidak
dapat menemukan kesimpulan yang menunjuk adanya hubungan antara menonton televisi dengan gagasan
realita sosial penontonnya. Mungkin ada hubungan yang saling mempengaruhi
antara “menonton
televisi menyebabkan sebuah realitas sosial yang dikonstruksikan didalam cara
tertentu, tetapi konstruksi realitas
sosial itu mungkin juga disebabkan langsung oleh perilaku penonton itu sendiri
“ ( McQuail dan Windahl, 1993).
Hirst
bahkan menggarisbawahi bahwa sebuah hubungan nyata antara terpaan kekerasan
televisi dan takut akan kejahatan dapat dijelaskan dengan lingkungan tempat
penonton tinggal (livingstone, 1990). Mereka yang tinggal didalam lingkungan
dengan tingkat kriminalitas tinggi lebih mungkin untuk tinggal dirumah dan
menonton televisi, bahwa mereka juga percaya memiliki peluang lebih besar untuk
diserang atau diganggu daripada mereka yang tinggal di dalam lingkungan yang
tingkat kriminalitasnya rendah.
Hanya
sedikit bukti bahwa efek kultivasi itu terjadi diluar AS. Weber (sebagaimana
dikutip condry, 1989) misalnya, tidak menemukan bukti di inggris bahwa ada
hubungan antara kecanduan televisi dengan perasaan tidak aman. Karena itulah
mengapa televise di inggris
sedikit menampilkan adegan kekerasan disbanding televise AS.
Beberapa
teori mutakhir menekankan bahwa penonton sebenarnya aktif didalam usaha
menekankan kekuatan pengaruh televisi seperti yang tidak diasusmsikan teori
kultivasi. Teori kultivasi menganggap bahwa penonton itu pasif. Teori kultivasi
lebih memfokuskan pada kuantitas menonton televisi atau “terpaan” dan tidak
menyediakan perbedaan yang mungkin muncul ketika penonton menginterpretasikan
siaran-siaran televisi. Para
penganut teori kultivasi cenderung memandang sebelah mata adanya dinamika
sosial dalam memanfaatkan siaran
televisi.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://shantylaela.blogspot.com/2010/05/teori-kultivasi-dalam-komunikasi-massa.html
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
BalasHapushanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
BalasHapusPromo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^