2014-01-21

Cultivation Theory


Pada dasarnya manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir , apa yang dirasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya mereka mereaksi apa saja yang dilihatnya dari televisi. Akibatnya, individu-individu itu lebih senang meniru apa yang disajikan televisi. “Cultivation” berarti penguatan , pengembangan, perkembangan penanaman atau pereratan. Bahwa media (khususnya TV) mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas social. “Semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menonton TV) , maka seseorang semakin menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan TV.
Teori kultivasi atau sering disebut juga sebagai hipotesis kultivasi atau analisis kultivasi, merupakan sebuah pendekatan yang dibuat oleh George Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School of Communication di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Penelitian kultivasi termasuk ke dalam tradisi efek media dalam ilmu komunikasi. Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa merupakan agen sosialisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawanya melihat bahwa film drama yang disajikan televisi mempunyai sedikit pengaruh, tetapi sangat penting didalam mengubah sikap, kepercayaan atau pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Televisi, sebagaimana yang pernah dicermati oleh Gerbner dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik”. Sebagaimana di catat McQuail dan Windahl (1993), teori kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari disekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner (meminjam istilah Bandura) berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan ditelevisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan ditelevisi merupakan refleksi kejadian disektar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, ada kemungkinan yang sebenarnya terjadi juga begitu. Jadi, kekerasan televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang di pertontonkan ditelevisi akan memperlihatkan seperti itulah hukum kita sekarang ini. Bagi para pecandu berat televisi, dunia ini cenderung dipercaya sebagai tempat yang buruk dibanding mereka yang tidak termasuk pecandu berat televisi.
Teori kultivasi diawal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada tema-tema kekerasan di televisi. Teori Kultivasi dijelaskan bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap harinya. Kelompok penonton ini sering juga disebut sebagai khalayak ‘the television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi ditelevisi adalah dunia senyatanya. Misalnya tentang perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu yang lemudian media pun memelihara  dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Sebenarnya, televisi memiliki efek yang relative kecil akan tetapi sifatnya yang stimultan maka ia memiliki efek memanjang, memiliki efek yang gradual, tidak secara langsung mempengaruhi akan tetapi berjalan secara kumulatif dan efek yang cukup signifikan. Teori kultivasi  dalam membentuk, atau mendoktrin konsepsi pemirsanya mengenai realitas social yang ada di sekelilingnya. Kombinasi efek massif dari televise yang diberikan secara simultan, terus menerus , secara tersamar telah membentuk persepsi individu atau audiens dalam memahami realitas social. Lebih jauh lagi hal tsb akan mempengaruhi budaya kita secara keseluruhan.
 Dalam penelitian yang dilakukannya, Gerbner juga menyatakan bahwa cultivation differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan
2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam tindakan kekerasan.
4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan
Yaitu mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
Contoh:
            Kelazimannya melakukan kekerasan, dan efek kedua seperti perilaku yang sifatnya spesifik, contohnya taat kepada hukum untuk keamanan pribadi.Program acara sinetron yang diputar televisi swasta Indonesia yang sempat populer dan   nyaris seragam , misalnya Tersanjung, Pernikahan Dini, Kehormatan dan lain-lain. Masing-masing sinetron itu membahas konflik antara orang tua dan anak serta hamil di luar nikah. Para pecandu berat televisi akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang banyak gejala tentang hamil di luar nikah karena televisi lewat sinetronnya banyak atau bahkan selalu menceritakan kasus tersebut. Bisa jadi pendapat itu tidak salah, tetapi ia terlalu menggeneralisir ke semua lapisan masyarakat. Bahwa ada gejala hamil di luar nikah itu benar, tetapi mengatakan bahwa semua gadis sudah hamil di luar nikah itu salah. Para pecandu sinetron itu sangat percaya bahwa apa yang terjadi pada masyarakat itulah seperti yang dicerminkan dalam sinetron-sinetron. Termasuk di sini konflik antara orang tua dan anak. Benak penonton itu akan mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara keduanya. Mereka yakin bahwa televisi adalah potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal apa yang ditayangkan ditelevisi itu belum tentu semuanya benar ,karena asih banyak anak-anak yang hormat pada kedua orang tuanya .
Dalam kategori “audiens” yaitu “penonton berat atau pecandu televisi” dan “penonton ringan”, kita akan memberikan perhatian lebih kepada pecandu berat televisi, yakni pecandu berat televisi yang seakan-akan dia lebih terpengaruh atau lebih percaya kepada realitas yang dibentuk oleh media dibandingkan dengan kepercaannya terhadap realitas yang dia alami sendiri secara langsung.
Kategori penonton kedua mungkin memiliki lebih banyak sumber informasi daripada kategori penonton yang pertama. “Resonansi” menjelaskan efek intensif yang kemudian akan diterima oleh audiens tentang apa yang mereka lihat ditelevisi adalah merupakan apa yang telah mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Hipotesis umum dari analisis kultivasi adalah orang yang lebih lama “hidup” dalam dunia televisi lebih melihat dunia nyata seperti gambaran, nilai-nilai, potret dan ideology yang muncul pada layar televisi. (J. Bryant and D. Zillman (Eds), 2002). Hipotesis ini menjelaskan bahwa realitas sama dengan yang ada di televisi. Apa yang digambarkan ditelevisi adalah dalam kehidupan nyata, yang didunia nyata ternyata ada dalam media, karena sesungguhnya media yang membentuk itu semua.
Hawkins dan Pingree (1982),menemukan model proses kultivasi ,yaitu bahwa proses kulvitasi dalam pikiran kita terbagi dua yaitu, learning dan constructing. (J. Bryant dan D.Zillman (Eds),2002). Apa yang dilihat oleh audiens kemudian akan melalui tahap belajar dan diikuti tahap mengkonstruksi dalam pikiran audiens tersebut.
Kritik terhadap teori kultivasi
Teori kultivasi sebenarnya menawarkan kasus yang sangat masuk akal, khususnya didalam tekanannya pada kepentingan televisi sebagai media dan fungsi simbolik didalam konteks budaya. Akan tetapi teori ini tidak lepas dari sasaran kritik. Gerbner telah dikritik karena terlalu menyederhanakan permasalahan. Perilaku kita kemungkinan tidak hanya dipengaruhi oleh televisi, tetapi oleh banyak media yang lain seperti pengalaman langsung orang lain yang berhubungan dengan kita dan lain-lain.
Hawkins dan Pingree tidak dapat menemukan kesimpulan yang menunjuk adanya hubungan  antara menonton televisi dengan gagasan realita sosial penontonnya. Mungkin ada hubungan yang saling mempengaruhi antara menonton televisi menyebabkan sebuah realitas sosial yang dikonstruksikan didalam cara tertentu,  tetapi konstruksi realitas sosial itu mungkin juga disebabkan langsung oleh perilaku penonton itu sendiri “ ( McQuail dan Windahl, 1993).
Hirst bahkan menggarisbawahi bahwa sebuah hubungan nyata antara terpaan kekerasan televisi dan takut akan kejahatan dapat dijelaskan dengan lingkungan tempat penonton tinggal (livingstone, 1990). Mereka yang tinggal didalam lingkungan dengan tingkat kriminalitas tinggi lebih mungkin untuk tinggal dirumah dan menonton televisi, bahwa mereka juga percaya memiliki peluang lebih besar untuk diserang atau diganggu daripada mereka yang tinggal di dalam lingkungan yang tingkat kriminalitasnya rendah.
Hanya sedikit bukti bahwa efek kultivasi itu terjadi diluar AS. Weber (sebagaimana dikutip condry, 1989) misalnya, tidak menemukan bukti di inggris bahwa ada hubungan antara kecanduan televisi dengan perasaan tidak aman. Karena itulah mengapa televise di inggris sedikit menampilkan adegan kekerasan disbanding televise AS.
Beberapa teori mutakhir menekankan bahwa penonton sebenarnya aktif didalam usaha menekankan kekuatan pengaruh televisi seperti yang tidak diasusmsikan teori kultivasi. Teori kultivasi menganggap bahwa penonton itu pasif. Teori kultivasi lebih memfokuskan pada kuantitas menonton televisi atau “terpaan” dan tidak menyediakan perbedaan yang mungkin muncul ketika penonton menginterpretasikan siaran-siaran televisi. Para penganut teori kultivasi cenderung memandang sebelah mata adanya dinamika sosial dalam memanfaatkan  siaran televisi.



DAFTAR PUSTAKA
·         Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Pers, Jakarta, 2007.
·         http://shantylaela.blogspot.com/2010/05/teori-kultivasi-dalam-komunikasi-massa.html




2 komentar:

  1. Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    BalasHapus
  2. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    BalasHapus